Selasa, 01 November 2011

Krisis identitas pada remaja putri

Putri remaja saya (13 tahun), belakangan ini agak anti-sosial. Maksud saya sekarang di setiap acara keluarga, Putri saya menolak diajak ikut. Dia lebih memilih bersama teman-temannya, atau asyik bersama komputernya di rumah. Tentu saja ini agak menjengkelkan kami, Dok. Kalaupun akhirnya kami berhasil membujuknya, dia bakal memasang wajah yang kurang asyik alias bermuka masam. Apakah ini merupakan bagian dari pertumbuhan seorang remaja putri? Saya khawatir dia jadi kurang dekat dengan keluarga besar kami. Mohon saran.

Dwiana Nasution, Bogor

Terima kasih ibu Dwiana atas pertanyaannya.

Remaja merupakan masa yang penuh dengan krisis salah satunya adalah krisis identitas. Masa ini merupakan masa penuh gejolak, baik dari segi hormonal maupun psikososialnya. Usia ini merupakan saat hormon seks sekunder mulai meningkat sehingga terjadi perubahan seks sekunder. Di samping itu, usia ini juga merupakan saat mereka merasa sudah tidak bisa bergabung dengan anak yang lebih kecil tetapi di lain pihak mereka juga belum mampu untuk bergabung dengan orang dewasa.

Hal lain adalah adanya perubahan bentuk tubuh yang mungkin bisa membuat remaja merasa tidak nyaman. Kondisi inilah yang membuat mereka menjadi labil dan mulai bergabung dengan kelompok teman sebayanya. Dengan kelompok teman sebayanya ini mereka merasa nyaman karena memiliki permasalahan yang kurang lebih mirip. Mereka mulai mengidolakan teman sejati dan merasa selalu senasib, oleh karena itu di masa ini mereka lebih banyak berkorban demi teman dan mencari jati dirinya. Tidak heran jika putri ibu berperilaku seperti itu, ia mungkin merasa nyaman jika bersama teman atau bersama komputernya, tapi sikap dan perilakunya ini bukan disebut antisosial.

Anak atau remaja dengan perilaku antisosial umumnya mempunyai perilaku yang melanggar hukum atau norma sosial. Kondisi seperti putri Ibu sering terjadi jika mereka merasa ‘jauh’ (secara emosional) dengan keluarganya atau keluarga tidak banyak memberikan dukungan, sehingga mereka mencari dukungan teman sebayanya. Untuk saya sarankan agar orangtua mulai mengajak sang remaja untuk berdialog dari hati ke hati dan banyak mendengar apa yang menjadi kesulitan atau minat mereka, hindari kritik negatif, beri pujian jika perlu, sehingga mereka mau terbuka dan kembali merasa nyaman jika berada di antara keluarga. Satu hal lagi yang perlu dicatat adalah jadikanlah remaja Anda sebagai teman dan bukan sebagai anak kecil yang selalu dinasehati dan berilah waktu untuk mereka untuk berbagi dengan Anda. Selamat mencoba.

Bersumber dari: www.anakku.net
Written by : DR. Dr. Tjhin Wiguna, SpKJ(K) adalah seorang konsultan psikiatri anak. Telah menyelesaikan tesis doktor tentang ADHD. Pagi hari beliau adalah staf pengajar di Departemen Psikiatri, Divisi Psikiatri Anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar