Senin, 09 Februari 2015

Menguak Fakta Menu Lalapan Sunda Lewat Prasasti Taji

Budaya lalapan Sunda ternyata telah ada sejak abad ke-10 Masehi dan disebut dalam Prasasti Taji 901 Masehi. Hal ini diungkapkan oleh peneliti sejarah Fakultas Ilmu Sejarah Universitas Padjadjaran (Unpad) Fadly Rahman di Bandung, Minggu (1/2).

"Menariknya, dalam Prasasti Taji tahun 901 Masehi, disebut sebuah nama sajian atau makanan bernama kuluban Sunda yang artinya lalap," kata Fadly.

Menurut Fadly, dengan mengkaji budaya dan sejarah lalapan sebagai upaya mengetahui jejak kuliner sunda dalam cerita dan citra cita rasanya. Prasasti Taji 901 M, berisi daftar hidangan yang sering disajikan pada acara besar, antara lain 57 karung beras, enam ekor kerbau, 100 ayam.

Hidangan yang lain berupa aneka makanan yang diasinkan, daging asin yang dikeringkan, ikan kaliwas, ikan gurame, bilunlun, telur dan rumahan. Untuk minuman disuguhkan berbagai macam tuak yang berasal dari jnu, bunga campaga, bunga pandan dan bunga karamin.

"Berbagai makanan itu terdapat pada peninggalan sumber-sumber tulisan seperti prasasti dan naskah di Jawa Tengah dan Jawa Timur sejak abad ke-10 menyebut berbagai nama makanan yang hingga kini masih eksis," ujar Fadly.

Nama makanan itu antara lain sambel, pecel, pindang, rarawwan (rawon), rurujak (rujak), dan kurupuk, serta minuman seperti Dawet, wajik dan dodol.

"Kekhasan ini berhubungan erat dengan wacana pencitraan makanan melalui pengakuan budaya etniknya. Bila ditelusuri jejak kultur historisnya, pengakuan khas hidangan etnik tertentu dalam bisnis restoran akan menjadi basis citra cita rasa apa yang mesti dipertahankan," kata Fadly.

Untuk melacak akar historis kuliner lalapan Sunda tersebut, Departemen Susastra dan Kajian Budaya FIB beberapa waktu lalu menggelar seminar dan diskusi Acara Sunda dan Budaya Lalapan di Gedung Fakultas Ilmu Budaya Unpad. Fadly mengatakan kejelasan kuliner Sunda saat ini sulit disebut kuliner Khas Sunda.

Menurut dia, citra kuliner Sunda saat ini hanya bercitra pada lalap sayuran mentah seperti leunca, karedok, dan pencok kacang panjang. Sementara untuk lauknya berupa ikan air tawar seperti ikan mas goreng, pepes ikan mas dan pesmol gurame, dengan rasa pedas, gurih dan segar. Untuk menu lalap juga sebenarnya tak hanya daun.

"Lalap dalam budaya dan kehidupan Sunda tidak hanya berwujud daun saja," katanya.

Pada kehidupan masyarakat Sunda tahun 30-an, lalap tidak hanya berwujud daun seperti daun singkong, pepaya, selada dan puluhan jenis daun lainnya. Lalap bisa berupa umbi seperti kunyit atau kencur, lalu buah muda seperti pepaya, mentimun, dan leunca, juga bunga seperti kenikir, honje atau combrang bahkan biji-bijian seperti biji nangka dan petai.

Penulis: /MUT - beritasatu